Stay in touch
Subscribe to our RSS!
Oh c'mon
Bookmark us!
Have a question?
Get an answer!

Apa Sikap Hidu Lu?

0 komentar

“Kalaupun harus mati, matilah dengan terhormat, sebagai orang yang memiliki sikap”

Term & conditions: Tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan apalagi menghakimi pihak tertentu, murni sekadar curahan hati & pemikiran yang punya blog.
Ada idiom yang pernah gw baca, katanya kemewahan terakhir yang dimiliki oleh anak muda adalah idealisme. Awalnya gw berpikir itu terlalu berlebihan, tapi kemudian, waktu mengajarkan sama gw, bahwa idiom itu ada benarnya.
Ceritanya belakangan ini, gw terjun total dalam dunia jurnalistik, sebuah dunia yang sebetulnya udah lama gw cita-citakan (sebelum gw kenal sama film, hha). Gw berpikir, bahwa menjadi seorang jurnalis itu keren, karena dia seperti seorang tentara, namun bersenjata kata-kata.
Yap, gw salah satu orang yang meyakini perkataan Subcomandante Marcos yang gw pasang jadi quote di sisi kanan blog ini: “”Bila ada yang meminta padaku sebuah contoh
yang bisa merangkum perlawanan umat manusia di hadapan perang neoliberal, aku akan bilang: Kata-kata”
Buat gw, kata-kata itu emang punya efek dahsyat, betapa dia bisa menggerakan orang untuk melakukan sebuah tindakan, betapa kata-kata juga bisa membuat dan mengawal sebuah opini hingga berkembang, bahkan saking dahsyatnya kekuatan kata-kata, Tuhan pun mengutus para nabi untuk menyampaikan firman-Nya yang berupa kata-kata.
Tapi ternyata, kondisi ideal itu tidak gw temukan di dunia yang gw jalanin sekarang. Dulu, waktu gw jadi wartawan freelance, gw masih bisa dengan mudah memelihara idealisme gw, gw tulis apa yang gw mau, persetan amat mau dinaekin apa enggak sama redaksi. Tapi sekarang?
Oke, gw bukan bermaksud jadi orang yang sok suci, gw gak bisa nyalahin dan ngelarang juga kawan-kawan yang ngambil jale (amplop) dari narasumber. Karena memang secara nominal, gaji yang mereka terima sebagai seorang pewarta jauh untuk bisa hidup sejahtera, itu pilihan kan.
Kedua, gw juga bukan bermaksud sok-sokan pengen dibilang keren bisa nulis dengan tajam tentang sebuah isu, bebas dari tendensi apapun. Karena sudah jadi rahasia umum bukan, kalau hari ini independensi media itu hanya tinggal cerita?
Persoalannya itu semua murni ada di sikap dan pilihan. Jujur secara pribadi, gw pengen banget ngambil jale yang bertebaran itu, lumayan lah hitung-hitung ganti uang bensin bulanan, tapi hati gw bilang: jangan. Begitu pun dengan menulis “berita pesanan”, hemm untuk hal ini mungkin lain kali gw bakal cerita lebih tuntas, tapi yang jelas batin gw tersiksa banget ketika gw harus nulis berita sesuai permintaan. Terlebih kalau gw harus melintir fakta, ya Tuhan.
Idealnya adalah, kalau memang fakta bilang seseorang bersalah, ya habisi sudah sampai dia diproses secara hukum dan bertaubat. Jangan dihabisi, biar kemudian yang bersangkutan pasang iklan di media kita.
Dunia ini emang udah terbolak-balik kayanya, persoalan yang terang sengaja dijadikan remang-remang, atau sebaliknya. Lalu, apa yang mau kita jawab ketika berada di pengadilan Tuhan kelak?
Gw paling jengkel, ketika udah nulis berita sesuai dengan fakta, berusaha mengungkap kebenaran, tapi kemudian harus di cut dan dibilang: “berita lu gak sesuai sama plot yang lagi dimainin redaksi nih.” Damn! Buat gw itu sama aja nelanjangin di muka umum. Kalau bukan karena satu alasan, gw udah pasti udah memutuskan untuk segera beralih dari dunia ini.
Keyakinan gw sampai sekarang, gak ada orang idealis (baca:memegang teguh prinsip hidupnya) yang mati kelaparan. Gw kenal orang-orang “yang lurus” dan hidup mereka damai, sejahtera walau gak berlimpah harta.
Dan sejauh ini, gw juga membuktikan, bahwa dengan berusaha memegang prinsip-prinsip yang udah gw tulis di paragraf sebelumnya, hidup gw gak susah-susah amat tuh. Alhamdulillah bulan lalu gw masih bisa ngambil motor baru, terus beberapa hari kedepan kalau lancar insya Allah gw juga mau melangsungkan pernikahan.
Gw yakin betul, rezeki yang berkah itu adalah rezeki yang didapatkan dengan jalan halal dan tayyib (baik), jadi gak cukup dengan halal aja, tapi juga kudu baik. Lihat deh, ada gitu orang yang kaya dan tenang hidupnya dari hasil memeras? Kalau dari hasil memeras keringat sendiri sih banyak :D
Gw gak mau, kelak anak isteri gw harus dinafkahi dari uang yang gak jelas, gw pengen berusaha sekuat tenaga, nasi yang dimakan isteri gw, susu yang diminum anak gw, semuanya berasal dari uang yang jelas halalnya dan syukur-syukur jelas juga tayyibnya. Apa tega anak istri kita diempanin api neraka?
Ah, sory yah kalau gw terlalu frontal. Ini keluh kesah yang selama ini emang cuma gw pendam dan rasain sendiri aja. Doain ya, mudah-mudahan Allah nunjukin jalan yang terbaik, apapun itu :)
Sekali lagi, tulisan gw ini gak bermaksud memojokan pihak manapun, siapapun. Hidup itu pilihan kawan, dan ketika elu udah ambil sebuah pilihan, maka tanggung jawab lah, terima semua konsekuensinya dan jalani pilihan lu itu dengan sebaik mungkin.

0 komentar: